PENGERTIAN, PEMBAHASAN, MACAM-MACAM DAN MANFAAT MUNASABAH
AL-QUR’AN
A.
PENDAHULUAN
Kitab suci Al-Qur’an diturunkan kepada Rasulullah SAW
dalam kurun waktu 22 tahun lebih beberapa bulan. Di dalam kitab suci Al-Qur’an tersebut berisi tentang
berbagai macam petunjuk dan peraturan yang disyari’atkan karena beberapa sebab
dan hikmah yang bermacam-macam. Ayat-ayatnya diturunkan sesuai dengan situasi
dan kondisi yang membutuhkan. Susunan ayat-ayat dan surat-suratnya ditertibkan
sesuai dengan yang terdapat dalam lauh mahfudh, sehingga tampak adanya
persesuaian antara ayat yang satu dengan ayat yang lain dan antara surat yang
satu dengan surat yang lain.
Karena itu, maka
muncul cabang dari Ulumul Qur’an yang khusus membahas persesuaian-persesuaian
tersebut, yaitu yang disebut dengan Ilmu Munasabah Al-Qur’an. Dengan mengetahui
munasabah, akan membantu dalam melakukan pemahaman terhadap Al-Qur’an secara
utuh. Sehingga terhindar dari pemahaman yang parsial terhadap Al-Qur’an.
Berdasarkan hal tersebut, kita akan menguraikan secara
rinci tentang Munasabah Al-Qur’an beserta hal-hal yang berkaitan dengannya
seperti, macam-macam munasabah, pembahasannya dan manfaatnya dalam pembahasan
makalah ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pendahuluan di atas, dapat diambil rumusan
masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian dari
munasabah?
2.
Apa pembahasan dari ilmu
munasabah?
3.
Apa saja macam-macam dari
munasabah?
4.
Apa manfaat dari
munasabah?
C.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Munasabah
Menurut bahasa munasabah berasal dari kata naasaba, yunaasibu,
munaasabatan yang berarti dekat, serupa, mirip dan rapat.[1] Munasabah
juga berarti al-musyakalah (saling ada kesepakatan) dan al-muqorobah
(saling berdekatan). Secara istilah munasabah adalah ilmu yang membahas
korelasi urutan antar ayat Al-Qur’an.[2]
Dan berikut pengertian munasabah menurut para ulama:
a.
. Menurut Az-Zarkasyi
الشيء الذي لا يمكن فهمه.
عندما واجه السبب، لا بد من قبول هذا السببArtinya : Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapakan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
b.
Menurut manna’ Al-qathan
الرابط بين بعض العبارات في فقرة، أو بين الفقرات في بضع فقرات، أو بين الحروفArtinya : Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat (didalam Al-quran).
c.
Menurt Ibnu Al-‘Arabi
المرفق إلى آيات من القرآن الكريم حتى كما لو أنه هو تعبير عن أن لديها وحدة المعنى وتحرير النظام. سخيف هو العلم الذي هو كبير.Artinya : Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-quran sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
d.
Menurut Al-Biqa’i
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan
dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-quran, baik ayat dengan ayat, atau
surat dengan surat.[3]
Ilmu Munasabah berarti ilmu yang menerangkan hubungan
antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lain. Karena itu,
sebagian pengarang menamakan ilmu ini dengan “Illmu Tanasubi Ayati Was
Suwari”, yang artinya juga sama, yaitu ilmu yang menjelaskan persesuaian
antara ayat atau surat yang satu dengan ayat atau surat yang lain.[4]
Ilmu ini sepenuhnya bersifat ijtihady bukan taufiqy.[5]
2.
Pembahasan Ilmu
Munasabah
Pembahasan dalam Ilmu Munasabah ini terkait
dengan bagian-bagian Ulumul Qur’an, baik ayat-ayat atau pun surat-suratnya yang
satu dengan yang lain, persesuaian dan persambungannya. Sebab, hubungan dan
persambungan dari bagian-bagian Al-Qur’an itu bermacam-macam, ada yang berupa
hubungan antara makna umum dan khusus, atau hubungan pertalian (talazum),
seperti hubungan antara sebab dengan akibatnya, atau antara dua hal yang sama,
maupun antara dua hal yang kontradiksi.[6]
3.
Macam-Macam
Munasabah
Jika ditinjau dari segi sifat munasabah atau
keadaan persesuaian dan persambungannya, munasabah terdiri dari dua macam
yaitu:
a.
Persesuaian yang
nyata (Dzaahirul Irtibath) atau persesuaian yang tampak jelas, yaitu
yang persambungan atau persesuaian antara bagian Al-Qur’an yang satu dengan
yang lain tampak jelas dan kuat, karena kaitan kalimat yang satu dengan yang
lain erat sekali, sehingga yang satu tidah bisa menjadi kalimat yang sempurna,
jika dipisahkan dengan kalimat yang lain. Contohnya , seperti persambungan
antara ayat 1 surat Al-Isra:
الذى أسرى بعبده ليلا من المسجد الحرم إلى المسجدالأقصى (الإسراء: ١)سبحن
Artinya:
“Maha Suci Allah, yang memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha”
Ayat tersebut menerangkan isra’ Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, ayat 2 surat Al-Isra tersebut yang berbunyi:
واتين موسى الكتب وجعلنه هدى لبنى اسرائيل (الإسراء: ٢)
Artinya:
“Dan Kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan Kami
jadikan kitab Taurat itu petunjuj bagi Bani Israel”
Ayat tersebut menjelaskan diturunkannya kitab Taurat
kepada Nabi Musa a.s.
Persesuaian antara kedua ayat tersebut ialah tampak jelas
mengenai diutusnya kedua orang Nabi atau Rasul tersebut.
b.
Persambungan yang
tidak jelas (Khafiyyul Irtibadh) atau samarnya persesuaian antara bagian
Al-Qur’an dengan yang lain, bahkan seolah-olah masing-masing ayat atau surat
itu berdiri sendiri. Contohnya, seperti hubungan antara ayat 189 surat
Al-Baqarah dengan ayat 190 surat Al-Baqarah. Ayat surat Al-Baqarah tersebut
berbunyi:
يسئلوا نك عن الاهلة قل هى مو قيت للناس والحج (البقراة: ١٨٩ )
Artinya:
“Mereka bertanyakepadamu tentang bulan tsabit.
Katakanlah, bulan tsabit itu adalahtanda-tanda waktu bagi manusiadan (bagi)
ibadah haji”
Ayat tersebut menerangkan bulan sabit atau
tanggal-tanggal untuk tanda-tanda waktu dan untuk jadwal ibadah haji.
Sedang ayat 190 surat Al-Baqarah berbunyi:
Artinya:
وقتلوا فى سبيل الله الذين يقتلو نكم ولا تعتدوا (الببقرة: ١٩٠)
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi
kalian, (tetapi) janganlah melampaui batas”
Ayat tersebut menerangkan perintah menyerang kepada
orang-orang yang menyerang umat Islam. Sepintas, antara kedua ayat tersebut
seperti tidak ada hubungannya atau hubungan yang satu dengan yang lainnya
samar. Padahal sebenarnya ada hubungan antara kedua ayat tersebut, yaitu ayat
189 surat Al-Baqarah mengenai soal wakyu untuk haji, sedang ayat 190 surat
Al-Baqarah menerangkan: Sebenarnya, waktu haji itu umat Islam dilarang
berperang, tetapi jika ia diserang terlebih dahulu, maka serangan-serangan
musuh itu harus dibalas, walaupun pada musim haji.
Ditinjau dari segi materinya, maka munasabah
itu ada dua macam, sebagai
a.
Munasabah antar
ayat, yaitu munasabah atau persambungan antara ayat yang satu dengan ayat yang
lain. Munasabah ini bisa berbentuk persambungan-persambungan sebagai berikut:
1)
Diathafkan ayat
yang satu kepada ayat yang lain, seperti munasabah antara ayat 103 surat
Ali-Imran:
وَاعْتَصِمُوْابِحَبْلِ الله جَمِيْعًا وَلاَ تَفَرَّ قُوْا (ال عمران:١٠٣)
Atinya:
“Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama)
Allah dan janganlah kalian bercerai-berai”
Dengan ayat 102 surat Ali-Imran:
يَاَيُهَا الَذِيْنَ امنوا اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن الاوانتم مسلمون (ال عمران: ١٠٢)
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-sebenarnya takwa
kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam”
Faidah dari munasabah dengan athaf ini adalah untuk
menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (An-Nadziiraini).
Ayat 102 surat Ali Imran menyuruh bertakwa dan ayat 103 surat Ali-Imaran
menyuruh berpegang teguh kepada agama Allah, dua hal yang sama.
2)
Tidak
diathafkannya ayat yang satu kepada yang lain, seperti munasabah antara ayat 11
surat Ali-Imran:
كذا ب العون والذين من قبلهم كذ بوابيتنا (ال عمران: ١١)
Artinya:”(Keadaan mereka) adalah sebagai keadaan kaum
Fira’un dan orang-orang yang sebelumnya, mereka mendustakan ayat-ayat Kami”
dengan ayat 10 surat Ali-Imran:
انّ الذ ين كفروا لن تغنى عنهم امولهم ولااولادهم من الله شيئاواو لئك هم وقود النار(ال عمران : ١٠)
Artinya: “Sesungguhnya orang-arang yang kafir, harta
benda dan anak-anak mereka sedikit pun tidak dapat menolak (siksa) Allah dari
mereka. Dan mereka itulah bahan bakar api neraka”
Dalam munasabah ini tampak hubungan yang kuat antara ayat
yang kedua (ayat 11 surat Ali-Imran) dengan ayat yang sebelumnya (ayat 10 surat
Ali-Imran), sehingga ayat 11 surat Ali-Imran itu dianggap sebagai bagian
kelanjutan dari ayat 10 surat Ali-Imran.
3)
Digabungkannya
dua hal yang sama, seperti persambungan antara ayat 5 surat Al-Anfal:
كما اخر جك ربّك من بيتك بالحقّ وانّ فر يقامن المؤ منين لكرهون (الأنفال: ٥)
Artinya: “Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari
rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang
beriman itu tidak menyukainya”
dengan ayat 4 surat Al-Anfal:
اولئك هم المؤن حقا لهم درجت عند ربهم ومغفرة ورزق كريم (الأنفال: ٤)
Artinya: “Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia”
Kedua ayat itu sama-sama menerangkan tentang kebenaran.
Ayat 5 surat Al-Anfal itu menerangkan kebenaran bahwa Nabi diperintah hijrah
dan ayat 4 surat Al-Anfal tersebut menerangkan kebenaran status mereka sebagai
kaum mukminin.
4)
Dikumpulkanna dua
hal yang kontradiksi (Al-Mutashaddatu). Seperti dikumpulkan ayat 95
surat Al-A’raf:
ثم بدلنا مكان السيئة الحسنة حتى عفوا وقاالوا قد مسى ابا ءنا الضراء والسراء (الاعراف: ٩٥)
Artinya: “Kemudian Kami ganti kesusahan itu dengan
kesenangan hingga keturunan dan harta mereka bertambah banyak, dan mereka
berkata: “Sesungguhnya nenek moyang kaimi pun telah merasakan penderitaan dan
kesenangan”
dengan ayat 94 surat Al-A’raf:
وماارسلنا فى قرية من بنى الا اخذنا اهلها بالباساء والض راء لعلهم يضرعون (الا عراف: ٩٤)
Artinya: “Kemudian tidaklah mengutus seorang nabi pun
kepada suatu negeri, (lalu penduduknya mendustakan nabi itu) melainkan Kami
timpakan kepada penduduknya kesempitan dan penderitaan supaya mereka tunduk
dengan merendahkan diri”
Ayat 94 surat Al-A’raf tersebut menerangkan ditimpakannya
kesempitan dan penderitaan kepada kepada penduduk, tetapi ayat 95 surat
Al-A’raf menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan.
5)
Dipindakannya
satu pembicaraan, seperti ayat 55 surat Shaad:
هذا وان للطا غين لشر ما ب (ص: ٥٥)
Artinya: “Beginilah (keadaan mereka). Sesungguhnya
bagi orang-orang yang durhaka, benar-benar (disediakan) tempat kembali yang
buruk”
Dialihkan pembicaraan kepada nasib orang-orang yang
durhaka yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali, dan
pembicaraan 54 surat Shaad yang membicarakan rezeki dari para ahli surga:
ان هذا لرزقنا ما له من نفا د (ص: ٥٤)
Artunya: “sesungguhnya
ini adalah benar-benar rezeki dari Kami yang tiada habis-habisnya”
b.
Munasabah antar
surat, yaitu munasabah atau persambungan antara surat yang satu dengan surat
yang lain. Munasabah yang kedua ini ada beberapa bentuk, sebagai berikut:
1)
Munasabah antara
dua surat dalam soal materinya, yaitu materi surat yang satu sama drngan materi
surat yang lain. Contohnya, seperti surat kedua Al-Baqarah sama dengan isi
surat yang pertama Al-Fatihah. Keduanya sama-sama menerangkan tiga hal
kandungan Al-Qur’an, yaitu masalah akidah, ibadah dan muamalah, kisah dan
janji, serta ancaman. Dalam surat Al-Fatihah semua itu diterangkan secara
ringkas, sedang dalam surat Al-Baqarah dijelaskan dan dirinci secara panjang
lebar.
2)
Persesuaian
antara permulaaan surat dengan penutupan surat sebelumnya. Sebab, semua
pembukaan surat itu erat sekali kaitannya dengan akhiran dari surat sebelumnya,
sekalipun sudah dipisah dengan basmalah. Contohnya, seperti awalan dari surat
Al-An’am yang berbunyi:
الحمد لله الذى خلق السموت والارض (الانعام: ١)
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi”
Awalan surat Al-An’am tersebut sesuai dengan akhiran
surat Al-Maidah yang berbunyi:
لله ملك السموت والارض وما فيهن وهو على كل شىء قدير(المائدة:١٢٠ )
Artinya: “Kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi dan
apa yang ada di dalamnya, dan Dia Maha Kuasa atas swgala sesuatu”
Dan seperti antara awalan surat Al-Hadid yang berbunyi:
سبح لله ما فى السموت والارض (الحديد: ۱)
Artinya: “Semua yang berada di langit dan yang berada
di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah”
Awalan surat Al-Hadid tersebut sesuai sesuai dengan
akhiran surat Al-Waqi’ah:
فسبح باسم ربك العظيم (الواقعة: ٩٦)
Artinya: “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
Yang Maha Besar”
Dan seperti awalan surat Al-Quraisy:
لايلف قريش (القريش: ١)
Artinya: “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy”
Awalan surat Al-Quraisy
tersebut sesuai dengan surat Al-Fiil:
فجعلهم كعصف ما
كول (الفيل: ٥)
Artinya: “Lalu Dia
menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat”
3)
Persesuaian
antara pembukaan dan akhiran suatu surat. Sebab, semua ayat dari suatu surat
dari awal sampai akhir itu selalu bersambungan dan bersesuaian[5]. Contohnya:
seperti persesuaian antara awal surat Al-Baqarah:
الم٠ ذلك الكتب لا ريب فيه هدى للمتقين (البقراة: ١-٢)
Artinya: “Alif Laam
Miim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka
yang bertakwa”
Awal surat Al-Baqarah tersebut
sesuai dengan akhirannya yang memerintahkan supaya berdoa agar tidak disiksa
Allah, bila lupa atau bersalah:
واعف
عنا واغفر لنا وارحمنا انت مولنا فانصرنا على
القوم الكفرين (البقراة: ٢٨٦)
Artinya: “Beri maaflah
kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkau penolong kamimterhadap
kaum-kaum yang kafir”
Dan seperti persesuaian antara
awal surat Al-Mukminin: قد
افلح المؤ
منونyang menjajikan orang yang
beriman itu akan brebahagia, dengan akhiran surat tersebut: انه
لا يفلح
الكا فرونyang
menegaskanbahwa orang-orang yang tidak beriman itu tidak akan berbahagia.[7]
4.
Manfaat-Manfaat
dari Ilmu Munasabah
Pengetahuan tentang munasabah ini sangat bermanfaat dalam memahami
keserasian antar makna, mukjizat Al-Qur’an secara retorik, kejelasan
keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya dan keindahan gaya bahasanya.
Az-Zarkasyi menyebutkan: “Manfaatnya ialah menjadikan
sebagian pembicaraan berkaitan dengan sebagian lainnya, sehingga hubungannya
kuat, bentuk susunannya kukuh dan bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah
bangunan yang kokoh.[8]
Dengan Ilmu Munasabah juga akan sangat
membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, setelah diketahui hubungan
antara suatu atau ayat dengan surat atau ayat yang lain, sehingga sangat
mempermudah dalam penetapan hukum-hukum dan pemahaman isi kandungannya.[9]
D.
KESIMPULAN
Menurut pengertian bahasa, munasabah berarti al-musyakalah (saling
ada kesepakatan) dan al-muqorobah (saling berdekatan). Secara istilah munasabah adalah ilmu
yang membahas korelasi urutan antar ayat Al-Qur’an. Pembahasan Ilmu Munasabah meliputi
ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an yang satu dengan yang lain, persesuaian dan
persambungannya.
Munasabah jika ditinjau dari segi sifat
munasabah atau keadaan persesuaian dan persambungannya, munasabah terdiri dari
dua macam yaitu, persesuaian yang nyata (Dzaahirul Irtibath) atau persesuaian
yang tampak jelas dan persambungan yang tidak jelas (Khafiyyul Irtibadh) atau
samarnya persesuaian antara bagian Al-Qur’an dengan yang lain. Jika ditinjau
dari segi materinya, munasabah terdiri dari dua macam yaitu, munasabah antar
ayat dan munasabah antar surat.
Pengetahuan tentang munasabah ini bermanfaat dalam memahami keserasian antar
makna, mukjizat Al-Qur’an secara retorik, kejelasan keterangannya, keteraturan
susunan kalimatnya dan keindahan gaya bahasanya.
E.
PENUTUP
Demikian makalah yang kami buat. Semoga
bermanfaat bagi keilmuan kita semua. Kami menyadari bahwa kami hanya manusia
biasa yang jauh dari kesempurnaan, maka kritik konstruktif senantiasa kami
tunggu demi pembenahan makalah ini agar lebih baik ke depan
DAFTAR PUSTAKA
As., Mudzakir. 2001. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Litera Antar
Nusa: Bogor
Hamzah, Muchotob. 2003. Studi Al-Qur’an
Komprehensif. Gama Media: Yogyakarta
H.A., Abdul Djalal. 2000. Ulumul Qur’an. Dunia
Ilmu: Surabaya
Suhadi, 2011. Ulumul Qur’an.
Syafe’l, Rahmat. 2006. Pengantar Ilmu Tafsir. Pustaka
Setia: Bandung
http: //fzil.wordpress.com/2013/05/03/munasabah-alquran/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar