Jumat, 30 Januari 2015

Angkringan Mendidik Kejujuran



Angkringan Mendidik Kejujuran
Korupsi telah menjangkit keseluruh elemen masyarakat indonesia. semua pejabat dari perwakilan terhormat rakyat, guru, sampai aparat penegak hukum tidak terbebas dari jeratan kasus korupsi. Akhir-akhir ini budi gunawan yang ingin dicalonkan jokowi maju menjadi kepala polisis (kapolri) harus menghadapi komisi pemberantasan koruspi (KPK). Sebab mantan pengawal mega ini melakukan tindakan korupsi. Untuk, itu pendidikan kejujuran adalah salah satu penawar meredam merebaknya virus bernama korupsi.
Pendidikan dan ststus tidak bisa melepaskan dari ikatan korupsi. Sederet status akademik mulai dari profesor, sarjana, doktor harus merasakan dinginnya jeruji besi karena kasus korupsi. Banyak orang kaya yang memiliki ststus “wah” dalam masyarakat, juga mendekam di jeruji besi. Status mulia sebagai penyiar Agama menjadi tersangka pula dalam kasus korupsi. Semua bisa tertular wabah korupsi. Tidak terkecuali “a”, “b”, atau “c”. Hanya saja, yang paling menyedihkan banyak “tersangka”korupsi memiliki pendidikan tinggi.
Kausu korupsi yang melanda indonesia sudah sangat akut. Wabah itu tidak dapat dicegah hanya mengandalkan pendidikan Agama dan pendidikan moril di sekolah. Butuh wadah nyata untuk membentuk anak-anak sekolahan untuk membentuk kepribadian  jujur. Kalau, pembentukan tidak segera cepat terlaksanakan akan mengakibatkan korupsi sulit terhapuskan. Sekarang marilah kita melirik dengan pendidikan secara nyata alias langsung dalam kontak sosial.
Kontak sosial dalam masyarakat sangat mempengaruhi suatu kepribadian seseorang. Seorang yang berkumpul dengan korupsi akan melakukan korupsi juga, karena mengikuti tekanan rekanan. Orang yang berhubungan  dengan orang saleh akan memberi virus kebaikan kepada orang yang berada di sisinya. Hal inilah menjadikan sosial sebagai pilar utama dalam pembentukan watak.
Watak masyarakat yang baik  dapat diperoleh melalui kesederhanaan. Tidak butuh biaya mahal, apalagi melalui jimlet-jimle. Mengisi tes psikologi, mengisi soal-soal secara transenden. Semua itu hanya di muka, tidak riill secara nyata. Lewat melalui warung pinggar jalanlah medium pendidikan kejujuran dalam mendidik masyarakat adalah yang paling tepat. Hal ini dikarenakan warung pinggir seperti pedagang kaki lima atau lebih akrab dengan sebutan warung kucingan atau angkringan. Dalam mekanisme pembelian, seorang penjual membiarkan pembeli mengambil sendiri makanan yang ingin diinginkan. Tidak ada pantauan khusus dari penjual. Hal inilah yang menjadikan penentu, apakah pembeli mengetuk hatinya untuk berkata jujur dengan mengakui semua jajanan yang dimakan. Atau tidak mengakui makanan yang dimakan. Disinilah letak titik fokus dalam pembelajaran pendidikan kejujuran secara nyata.
Kita tengok sebentar warung-warung buatan barat atau restauran. Meski tempat lebih nayaman dibanding angkringan, namun tidak ada pendidikan apapun dalam melatih masyarakat. dalam mekanisme pembelian, semua dipantau langsung oleh penjual. Semuanya dipantau dalam makananpun semua di sediakan secara tertib. Pendidikan jujur kering dalam warungan barat.
Dua model warung itu yang memiliki kecendrungan berbeda, yang satu mewah dan sederhana. Meski memiliki kesederhananan namun mengandung nilai lebih dibanding yang membutuhkan biaya mahal dan untuk orang tersebut.
 Untuk itu, angkringan adalah salah satu model pendidikan bagi masyarakat untuk melatih kejujuran. Karena itu meski kadang kurang mengenakkan dilihat, karena kurang kebersihannya tetap saja angkringan harus dilestarikan dalam bumi indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar