Angkringan Mendidik Kejujuran
Korupsi telah menjangkit keseluruh
elemen masyarakat indonesia. semua pejabat dari perwakilan terhormat rakyat,
guru, sampai aparat penegak hukum tidak terbebas dari jeratan kasus korupsi.
Akhir-akhir ini budi gunawan yang ingin dicalonkan jokowi maju menjadi kepala
polisis (kapolri) harus menghadapi komisi pemberantasan koruspi (KPK). Sebab
mantan pengawal mega ini melakukan tindakan korupsi. Untuk, itu pendidikan
kejujuran adalah salah satu penawar meredam merebaknya virus bernama korupsi.
Pendidikan dan ststus tidak bisa
melepaskan dari ikatan korupsi. Sederet status akademik mulai dari profesor,
sarjana, doktor harus merasakan dinginnya jeruji besi karena kasus korupsi.
Banyak orang kaya yang memiliki ststus “wah” dalam masyarakat, juga mendekam di
jeruji besi. Status mulia sebagai penyiar Agama menjadi tersangka pula dalam
kasus korupsi. Semua bisa tertular wabah korupsi. Tidak terkecuali “a”, “b”,
atau “c”. Hanya saja, yang paling menyedihkan banyak “tersangka”korupsi memiliki
pendidikan tinggi.
Kausu korupsi yang melanda indonesia
sudah sangat akut. Wabah itu tidak dapat dicegah hanya mengandalkan pendidikan
Agama dan pendidikan moril di sekolah. Butuh wadah nyata untuk membentuk
anak-anak sekolahan untuk membentuk kepribadian
jujur. Kalau, pembentukan tidak segera cepat terlaksanakan akan
mengakibatkan korupsi sulit terhapuskan. Sekarang marilah kita melirik dengan
pendidikan secara nyata alias langsung dalam kontak sosial.
Kontak sosial dalam masyarakat
sangat mempengaruhi suatu kepribadian seseorang. Seorang yang berkumpul dengan
korupsi akan melakukan korupsi juga, karena mengikuti tekanan rekanan. Orang
yang berhubungan dengan orang saleh akan
memberi virus kebaikan kepada orang yang berada di sisinya. Hal inilah menjadikan
sosial sebagai pilar utama dalam pembentukan watak.
Watak masyarakat yang baik dapat diperoleh melalui kesederhanaan. Tidak
butuh biaya mahal, apalagi melalui jimlet-jimle. Mengisi tes psikologi, mengisi
soal-soal secara transenden. Semua itu hanya di muka, tidak riill secara nyata.
Lewat melalui warung pinggar jalanlah medium pendidikan kejujuran dalam
mendidik masyarakat adalah yang paling tepat. Hal ini dikarenakan warung
pinggir seperti pedagang kaki lima atau lebih akrab dengan sebutan warung
kucingan atau angkringan. Dalam mekanisme pembelian, seorang penjual membiarkan
pembeli mengambil sendiri makanan yang ingin diinginkan. Tidak ada pantauan
khusus dari penjual. Hal inilah yang menjadikan penentu, apakah pembeli
mengetuk hatinya untuk berkata jujur dengan mengakui semua jajanan yang
dimakan. Atau tidak mengakui makanan yang dimakan. Disinilah letak titik fokus
dalam pembelajaran pendidikan kejujuran secara nyata.
Kita tengok sebentar warung-warung
buatan barat atau restauran. Meski tempat lebih nayaman dibanding angkringan,
namun tidak ada pendidikan apapun dalam melatih masyarakat. dalam mekanisme
pembelian, semua dipantau langsung oleh penjual. Semuanya dipantau dalam
makananpun semua di sediakan secara tertib. Pendidikan jujur kering dalam
warungan barat.
Dua model warung itu yang memiliki
kecendrungan berbeda, yang satu mewah dan sederhana. Meski memiliki
kesederhananan namun mengandung nilai lebih dibanding yang membutuhkan biaya
mahal dan untuk orang tersebut.
Untuk itu,
angkringan adalah salah satu model pendidikan bagi masyarakat untuk melatih
kejujuran. Karena itu meski kadang kurang mengenakkan dilihat, karena kurang
kebersihannya tetap saja angkringan harus dilestarikan dalam bumi indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar