Menolak perkotakan kelas
Pendidikan dalam sekolah memiliki
tujuan demi mendapat ilmu, namun tidak hanya itu dalam mendirikan sekolah.
Sekolah juga memiliki tujuan lain yaitu mendidik murid saling berinteraksi
dengan sesama. Ini sesuai dengan ciri manusia sebagai makhluk sosial. Bahwa
manusia membutuhkan manusia lain dalam seklilngnya.
Bentuk interaksi sosial antar siswa
akan memberikan warna dalam setiap karakter anak didik. Karakter mereka akan
bercampur dengan karakter siswa lain ketika berada di sekolah. Melalui sekolah
pula, karakter seorang murid akan terbentuk melalui interaksi. Mereka akan mencontoh
siswa yang berkarakter baik dan memiliki jiwa kepemimpinan hebat. Namun sayang,
sekarang dengan adanya perkotakan antar kelas menyebabkan rancangan tujuan
sekolah buyar.
Perkotakan yang terjadi adalah
pemisahan antar kelas yaitu kelas bagi orang kaya dan orang miskin. Atau
perkotakan antar yang bodoh dan pintar.
Sebenarnya model pendidikan yang
seperti ini hampir memiliki karakter khas yang pernah dilawan oleh karl marx
dulu, melalui perlawanan kelasnya. Karl marx menggambarkan ada dua kelas dalam
masyarakat. yaitu kelas pemiliki modal (borjuis) dan para pekerja/buruh
(proletar). Orang kaya yang memiliki
modal banyak dan kemampuan lebih akan bertindak sebagai penguasa yang ini
disebut sebagai kelas atas. Kelas yang kedua kelas bawah. Dalam kelas bawah
diisi oleh orang-orang yang tidak memilki banyak modan dan kemampuan lebih,
sehingga, mereka banyak memeras keringat demi kepentingan kelas atas
memperoduksi duit.
Bila dikaitkan dengan perlawan kelas
yang dipelopori karl marx maka, memiliki kemiripan pengelolaan sekolah
sekarang. mereka yang memiliki uang melimpah dan kecerdasan akan diberikan
penawran untuk masuk ke kelas favorit. Kelas bagi orang-orang yang mampu dan
memiliki nilai lebih dalam belajar. Sedangkan kelas reguler untuk kelas yang
diisi oleh orang-orang yang memiliki khas uang mepet dan bodoh. Hal inilah yang
menjadikan problematika besar. pembagian kelas akan mengakibatkan jurang
pemisah antar si kaya dan si miskin Atau si pintar dan si bodoh. Dualisme ini
akan mengakibatkan perpecahan di antara siswa.
Siswa yang duduk di bangku kelas
favorit hanya bergaul dengan orang-orang yang mereka anggap selevel. Mereka
lebih berada dikelas dari pada harus melakukan interaksi dengan teman-teman
lainnya, reguler. Teman reguler juga demikian. Kelas reguler akan memandang
kelas favorit sebagai kelas tertinggi. Mereka akan selalu mendewakan kelas
favorit tersebut. Sehingga, kelas reguler akan tersipu malu atau menganggap
dirinya tidak pantas bergaul dengan teman favorit.
Pengajarannya pun masih
diskriminasi. Pengajaran yang dilakukan kelas favorit akan di isi oleh
guru-guru yang memilki kualitas tinggi. Dengan beberapa kecakapan kualitas
lebih dibanding kelas reguler. Sedangkan kelas reguler harus rella gurunya
memiliki kualitas yang pas-pasan dalam penguasaan ilmu. Padahal mereka sekolah
untuk sama-sama memiliki ilmu yang sama dengan mereka. Pendidiknyapun harusnya
memiliki kualitas yang mungkin hampir sama atau memiliki kualifikasi setingkat
dibawahnya.
Tidak dipungkiri pembagian kelas
hanya akan memilki dampak kurang baik bagi perkembangan jiwa sosial siswa.
Mereka akan lebih idualis dari pada sosialis. Mereka akan menganggap kalau
dirinya lebih pintar karena berada di kelas khusus, akibatnya mereka akan lebih mengutamakan
belajar terus tanpa tahu kondisi sosial yang juga penting dirangkul. Karena
kelas reguler, kelas yang tidak memiliki batas maka, kelas reguler akan lebih
luas jangkaun temannya dibandingkan kelas favorit.
Sebenarnya apabia boleh jujur
penulis ingin melwan kelas seperti itu, bagi saya kelas itu mau mengembalikan
romansa perang dingin kelas kapitalis melawan kelas sosialis. Yang dimana
sejarah mencatat akan adanya pengucilan dan mengakibatkan pengahncuran.
Namun, yang dulu pemenang kapitalis,
karena dapat membuat strategi licik menghancurkan sosialis. Namun, dalam kelas
sekolah akan mengakibatkan pengucilan kepada kelas elit. Mereka ke depan akan
terasing oleh teman-temannya. Akibatnya, relasinya sedikit dan mereka
kebanyakan akan induvidulais tulen.
Perjuangan marx dalam mengahncurkan
kelas harus kembali dibangun. Menolak pengadaan kelas favorit. Kelas favorit
hanya akan memberi jarak yang menganga. Sehingga, kelas menganga tersebut akan
menimbulka perpecahan. Ingat kita sekolah bukan hanya mencari ilmu kelas. Tapi,
ilmu empiris juga. Jadi kelas perkotakaan lebih baik tiadakan saja.
Apabila kelas perkotakaan ditiadakan
maka, kelas reguler yang berisi orang bodoh-bodoh akan ada disis minimal satu
orang yang berada dikelas reguler untuk menjadi pengajar kedua setelah guru.
Orang yang pintar tersebut akan mengajari murid yang tidak bisa menjadi bisa.
Dengan begitu perjuangan karl marx
dalam pemerataan kelas sudah dapat terjuangkan. Maka, pendidikan akan terisi
rata. Tidak akan ada pengeluaran sekolah yang bodoh dan tidak ada pengeluaran
sekolah yang pintar, semua sesuai dengan standar lebih yang menjadi standar
sekolahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar