PEMIKIRAN SYED MUHAMMAD
NAQUIB AL-ATTAS
TENTANG PENDIDIKAN ISLAM
1. Pengertian
Pendidikan Islam
Pendidikan
menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah suatu proses penanaman sesuatu
kedalam diri manusia. Dengan definisi tersebut dapat ditafsirkan bahwa “suatu
proses penanaman” mengacu pada metode dan sistem untuk menanamkan apa yang
disebut sebagai “pendidikan” secara bertahap. “sesuatu” mengacu pada penerima
proses dan kandungan itu.
Jawaban
yang diberikan oleh Syed Muhammad Nauib Al-Attas telah memberikan beberapa
unsur dari pendidikan. Diantaranya kandungan, proses, dan penerima. Akan tetapi
keterdahuluan dari pendidikan adalah kandungan dan bukan proses. Misalnya saya
rumuskan kembali definisi beliau tentang pendidikan seperti ini “pendidikan
adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan kedalam manusia”
Unsur
pertama dalam pendidikan adalah manusia. Definisi manusia secara umum diketahui
bahwa manusia adalah “ binatang rasional” atau “ النطيقالحيوان”
dan semua sepakat bahwa itu adalah “nalar” para pemikir muslim tidak menganggap
apa yang difahami sebagai rasio sebagai sesuatu yang terpisah dari apa
yang yang dipahamkan sebagai intellectus. Mereka menganggap, aql (عقل)
sebagai suat kesatuan organik dari rasio maupun intellectus.
Usur penting yang melekat di dalam
pendidikan adalah kandungannya, yang disini disebut dengan “ sesuatu". Hal ini dilakukan
secara sengaja, karena meskipun kita telah tahu bahwa hal itu mengacu kepada
ilmu, kita harus masih menetapkan apa yang dimaksud dengannya. Pengajaran dan
proses mempelajari ketrampilan saja betapapun ilmiahnya dan bagaimanapun yang
diajarkan dan dipelajari tercakupkan dalam konsep umum tentang “ilmu” tidak
harus pendidikan. Harus ada “sesuatu” didalam pendidikan yang jika tidak
ditanamkan, tidak akan membuat pengajaran serta proses belajar dan asimilasinya
sebagai suatu pendidikan. Kenyataannya, “sesuatu” yang disinggung di sini itu
sendiri adalah ilmu.
Ada banyak definisi yan menguraikan tentang
ilmu, salah satunya ialah bahwa ilmu pengetahuan adalah kedatangan (khushul: حصول
) makna sesuatu atau suatu objek pengetahuan dalam jiwa. Sedangka dengan
mengacu jiwa sebagai penafsirannya, pengetahuan adalah sampainya ( وصول ) jiwa pada
makna sesuatu atau obyek pengetahuan.
Format penndidikan yang ditawarkan
Al-Attas berusaha menampilkan wajah pendidikan, menurutnya mewujudkan manusia
yang baik (Al-Insan Kamil) yang memiliki keseimbangan dalam kualitas fikir,
dzikir, dan amalnya. Sistem pendidikan yang diformulasikannya, dimana tampak
sangat jelas upaya Al-Attas untuk mengislamisasi ilmu pengetahuan dimana
pendidikan Islam harus menghadirkan dan mengajarkan dalam proses pendidikannya
tidak hanya Ilmu-ilmu agama tetapi juga ilmu-ilmu rasional intelek dan
filosofis.
2.
Pengertian
pedidikan Islam ( Ta’dib dan dan Tarbiyah )
Dalan istilah yang sering digunakan
dalam menunjukkan penidikan Islam, secara keseluruhan menggunakan istilah
tabiyah, ta’lim dan ta’dib, yang dipaki secara bersaman. Tampil sebagai
pembicara utama dalam Konferensi Dunia pertama tentang Pendidikan Islam tahun
1977 di Makkah, Syed Muhammad Naquib Al-Attas sebagai ketua komite yang
membahas tentang cita-cita dan tujuan pendidikan Islam. Dalam konferensi
tersebut, secara sistematis ia mengajukan agar definisi pendidikan Islam
diganti menjadi “penanaman adab” dan istilah pendidikan dalam Islam,
menjadi ta’dib. Setelah melalui perdebatan yang sengit, kemudian Al-Attas menegaskan bahwa:
“Bagi saya, istilah tarbiyah bukanlah istilah yang
tepat dan bukan pula istilah yang benar untuk untuk memaksudkan pendidikan
dalam pengertian Islam. Karena istilah yang dipergunakan mesti membawa gagasan
yang benar tentang pendidikan dan segala yang terlibat dalam proses pendidikan,
maka wajib bagi kita sekarang untuk menguji istilah tarbiyah secara kritis dan
jika perlu menggantinya dengan pilihan yang lebih tepat dan benar”. Menurutnya, istilah yang paling tepat untuk
menunjukkan pendidikan Islam adalah Al-Ta’dib. Konsep ini didasarkan pada
hadist Nabi:
ربي فاحسن
تأديني (رواه العسكري عن علي) ادبني
Artinya :
“ Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan
pendidikanku” (HR. Al-Askary
dari Ali ra)
Kata addaba dalam hadis diatas dimaknai Al-Attas
sebagai “mendidik”. Selanjutnya ia mengemukakan, bahwa hadis tersebut bisa
dimaknai kepada “Tuhanku telah membatku mengenali dan mengakui dengan adab yang
dilakukan secara berangsur-angsur ditanamkan-Nya ke dalam diriku, tempat-tempat
yang tepat bagi segala sesuat di dalam penciptaan, sehingga hal itu
membimbingku ke arah pengenalan dan pengakuan tempat-Nya yang tepat di dalam
tatanan wujud dan kepribadian, serta sebagai akibatnya Ia telah membuat
pendidikanku yang paling baik”.
Selanjutnya,
istilah tarbiyah menurut Al-Attas merupakan istilah yang relatif baru, yang
bisa dikatakan telah dibuat-buat oleh orang-orang yang mengaitkan dirinya
dengan pemikiran modern. Istilah tersebut dimaksudkan mengungkapkan makna
pendidikan tanpa memperhatikan sifat yang sebenarnya, adapun kata-kata Latin
educare dan educatio, yang dalam bahaa iggris “educe” yang berarti
menghasilkan, mengembangkan, dari kepribadian yang tersembunyi atau potensial,
yang di dalamnya “proses menghasilkaan dan mengembangkan” mengacu pada segala
sesuatu yang bersifat fisik dan material.
Kemudian alasan beliau menolak istilah tarbiyah sebab ini hanya
menyinggung aspek fisik dalam mengembangkan tanaman-tanaman dan terbatas pada
aspek fisikal dan emosional dalam pertumbuhan dan perkembangan binatang dan
manusia.
Selanjutnya Al-
Attas menolak peristilahan tarbiyah dan ta’lim yang selama ini dianggap sebagai
pengertian yang lengkap mengenai pendidikan dalam Islam, sebab istilah tersebut
menujukkan ketidak sesuaian makna.
3.
Tujuan Pendidikan Islam
Al-Attas
menegaskan dan menjelaskan bahwa tujuan pedidikan menurut Islam bukanlah untuk
mengasilkan warga negara dan pekerja yang baik. Sebaliknya, tujuan tersebut
adalah untuk menciptakan manusia yang baik. Pada september 1970, Al-Attas
mengajukan kepada Ghazali Syafie, yang kemudian menjadi Menteri Dalam Negeri
Malaysia, bahwa “ Tujuan pendidikan dari tingkat yang paling rendah hingga
tingkat yang paling tinggi seharusnya tidak ditujukan untuk menghasilkan warga
negara yang sempurna, tetapi untuk memunculkan manusia paripurna (lengkap).
4. Kurikulum Pendidikan Islam
Menurut
Al-Attas, struktur ilmu pengetahuan dan kurikulum pendidikan Islam seharusnya
menggambarkan manusia dan hakikatnya yang harus di implementasikan pertama-tama
pada tingkat universitas. Struktur dan kurikulum ini secara bertahap kemudian diaplikasikan pada
tingkat rendah. Secara alami, kurikulum tersebut diambil dari hakikat manusia
yang berifat ganda, aspek fisikalnya lebih berhubungan dengan pengetahuannya
mengenai ilmu-ilmu fisikal dan teknikal atau fardlu kifayah, sedangkan keadaan
spiritualnya sebagaimana terkandung dalam istilah-istilah ruh, nafs, qalb dan
al lebih tepatnya berhubungan dengan ilmu inti atau fardlu ain.
5. Metode Pendidikan Islam
Ciri metode
pendidikan Al-Attas adalah penggunaan
metafora d cerita sebagai contoh atau perumpamaan yang juga banyak digunakan
dalam Al-Qur’an dan Hadist, adalah suatu yang wajar bahwa para ulama
menggunakan cara-cara ini sebagai bagian dari integral dari padadogi mereka.
Karena Efektifitas metode ini tidak
diragukan lagi.
Nama
: Mirza Ahsan
Nim :1020049
Prodi : PBA-B
Tidak ada komentar:
Posting Komentar